Menurut The International SepsisDefinition
Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu
proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok
septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Guntur, 2009).
Sepsis
adalah adanya SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) ditambah dengan adanya infeksi pada organ
tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut (Duraira, 2008).
Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan
respon sistemik terhadap infeksi berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan
infeksi yang dibuktikan (proven) atau dengan suspek infeksi secara
klinis (Hollenberg, 2007).
Berdasarkan Bone et al dikatakan SIRS apabila
pasien memiliki dua atau lebih dari criteria dibawah ini :
1.Suhu tubuh > 38 atau < 36 C
2.Denyut jantung > 90 x/m
3.Pernafasan > 20 x/m atau PaCO2 < 32 mmHg
4.Lekosit >
12.000 atau < 4000 /mm3 atau sel muda >10%
B.Etiologi
Penyebab dari sepsis berdasakan urutan paling sering adalah :
1.Aerob gram negatif
2.Aerob gram positif
3.Jamur
4.Parasit
5.Virus
(Guntur, 2009)
C.Patofisiologi
Sepsis merupakan hasil
interaksi yang kompleks antara organisme patogen dan tubuh manusia sebagai
pejamu. Tinjauan mengenai sepsis berhubungan dengan patofisiologi yang kompleks
untuk mengilustrasikan gambaran klinis akan suatu hipotensi yang berat dan aliran
darah yang terbendung akibat terbentuknya mikrotrombus di dalam sistem kapiler.
Hal ini dapat menyebabkan disfungsi organ yang kemudian dapat berkembang
menjadi disfungsi dari beberapa organ dan akhirnya kematian.
Proses molekuler dan seluler dari pejamu sebagai respon terhadap
sepsis adalah berbeda-beda tergantung dari jenis organisme yang menginvasi
(organisme Gram-positif, organisme Gram-negatif, jamur, atau virus). Respon
pejamu terhadap organisme Gram-negatif dimulai dengan dikeluarkannya lipopolisakarida,
yakni endotoksin dari dalam dinding sel bakteri Gram-negatif, yang dikeluarkan
saat proses lisis. Organisme
Gram-positif, jamur dan virus memulai respon pejamu dengan mengeluarkan
eksotoksin dan komponen-komponen antigen seluler.
Kedua
substansi tadi memicu terjadinya kaskade sepsis yakni dimulai dengan
pengeluaran mediator-mediator inflamasi .Mediator-mediator inflamasi adalah substansi yang
dikeluarkan dari sel sebagai hasil dari aktivasi makrofag. Hasilnya adalah
aktifnya sistem koagulasi dan sistem komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi
ini terjadi pada endotel dan menyebabkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombus. Akibat aktivasi
endotelium, terjadi peningkatan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel
untuk melokalisasi koagulasi pada lesi tersebut. Lesi
pada endotel berhubungan dengan proses fibrinolisis yang terganggu. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah reseptor pada permukaan sel yang
diperlukan untuk sintesis dan pemunculan molekul antitrombotik.
Gram negatif adalah komponen
lipopolisakarida (endotoksin) dari dinding sel gram negatif. Lipid A adalah
bagian dari molekul endotoksin yang sangat imunoreaktif dan berperan untuk
kebanyakan efek toksik. Endotoksin pertama dihubungkan dengan protein plasma
yang disebut protein pengikat-lipopolisakarida. Kompleks ini lalu menuju ke
reseptor spesifik (CD14) di permukaan makrofag, lalu mengaktifkannya dan
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi.Sepsis
melibatkan interaksi yang kompleks dari proinflamatori (seperti, tumor necrosis
factor α [TNF α], interleukin [IL]1, IL-6) dan mediator anti inflamasi (seperti
antagonis IL-1, IL-4, dan IL-10). IL-8,
TNF-αmerupakan mediator sepsis yang terutama di samping beberapa
sitokin dan sel-sel lain yang juga terlibat. Mula-mula, makrofag teraktivasi
dan memproduksi sejajaran mediator-mediator proinflamasi, termasuk TNF-α,
Interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF), leukotrien,
dan thromboxane-A2. Mediator-mediator proinflamasi ini mengaktifkan
banyak jenis sel, menginisiasi kaskade sepsis, dan menghasilkan kerusakan
endotel.Ketika terluka, sel-sel endotel dapat
dilalui oleh granulosit dan unsur-unsur plasma menuju jaringan yang mengalami
inflamasi, yang mana dapat berujung pada kerusakan organ. Inflamasi sel-sel
endotelial menyebabkan vasodilatasi melalui aksi nitric oxide pada pembuluh
darah otot polos. Hipotensi yang berat dihasilkan dari produksi nitric oxide
yang berlebihan, sehingga melepaskan peptida-peptida vasoaktif seperti
bradikinin dan serotonin, dan dengan kerusakan sel endotel ini, terjadilah
ekstravasasi cairan ke jaringan interstisial.Aktivasi IL-8 dapat menyebabkan disfungsi paru-paru melalui aktivasi
netrofil yang berada di paru-paru. Kerusakan kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas di paru-paru, serta dapat menyebabkan oedem paru non kardiogenik.Syok adalah komplikasi paling hebat yang
dihubungkan dengan sepsis gram negatif. Komplikasi penting lainnya adalah
disseminated intravascular coagulation (DIC) dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS).Efek
hemodinamik dari sepsis pada keadaan hiperdinamik dicirikan dengan tingginya
curah jantung dan kelainan rendahnya tahanan vaskular sistemik.Sepsis menyebabkan syok yang menyebar yang
dicirikan dengan peningkatan aliran darah yang tidak sesuai ke jaringan
tertentu, dengan kebutuhan oksigen independen (Wheeler, 2007)
.
D.Tanda dan
gejala
Tanda
dan simptom sepsis awal cukup bervariasi dan termasuk demam, menggigil, dan
perubahan status mental dengan lethargy (kondisi sangat mengantuk dan tidak responsif)
dan malaise (merasa sangat lelah dan lemah yang tidak bisa dijelaskan).
Hipotermi bisa terjadi, juga takipnea (bernafas sangat cepat) dan takikardi.
Hitung sel darah putih biasanya naik, dan juga gula darah. Kondisi pasien bisa
hipoxic.
Memburuknya sepsis menyebabkan disfungsi organ, yang bisa termasuk
oliguria, ketidakstabilan hemodinamik dengan hipotensi atau syok, asidosis
laktat, hiperglisemia atau hipoglisemia, kemungkinan leukopenia, DIC,
trombositopeni, ARDS, hemorrhage saluran cerna, atau koma.
E.Tujuan
penanganan sepsis
Tujuan primer penanganan sepsis
adalah keselamatan pasien. Tujuan sekunder termasuk menghindari atau memulihkan
kegagalan fungsi organ (renal, hepatic, kardia, dan pulmonal) dan komplikasi
lain. Idealnya, ini bisa dilakukan tanpa terjadinya efek samping obat. Patokan
hasil yang penting termasuk lamanya di UGD dan lamanya di rumah sakit.
F.Penatalaksanaan
sepsis
Pertimbangan
utama untuk perawatan sepsis adalah:
-Diagnosis dan
identifikasi patogen dengan cepat.
-Identifikasi dengan cepat sumber infeksi
-Memulai terapi
antimikroba yang agresif
-Penyediaan
sokongan untuk kardiovaskular dan pulmonal
-Pertimbangan
terapi metabolik dan terapi pendukung lainnya.
1.Terapi
Antimikroba
a)Terapi
antimikroba agresif dan diberikan secepatnya sangat penting pada
b)Jika dicurigai
adanya sepsis yang serius, ,penggunaan kombinasi antimikroba biasanya
dianjurkan untuk memberikan efek sinergis atau aditif, untuk memperluas
cakupan, dan mengurangi kemungkinan resistensi. Antibiotik yang bisa digunakan
untuk perawatan empirik sepsis
c)Jika dicurigai
adanya P. aeruginosa, regimen ganda dengan penicillin antipseudomonal
atau cephalosporin generasi ketiga
atau keempat dan aminoglikosida dianjurkan
penggunaannya.
d)Jika
aminoglikosida digunakan, dosis harian tunggal lebih disukai untuk mencapai konsentrasi
puncak lebih awal pada perawatan. Pemberian dosis tunggal harian sebaiknya
tidak diberikan pada pasien anak, pasien luka bakar, pasien hamil, pasien
dengan disfungsi renal, atau pasien yang membutuhkan aminoglikosida untuk efek
sinergis terhadap patogen gram positif.
e)Vancomycin
sebaiknya ditambahkan ketika resiko adanya staphylococci yang
resisten-methicillin signifikan (Beale, 2004) .
2.Sokongan
hemodinamik
a)Oksigenasi
jaringan yang cukup dan penjagaannya penting dalam penanganan sepsis dan tergantung
pada perfusi yang cukup serta oksigenasi darah yang cukup.
b)Resusitasi
cairan dengan cepat sangat penting untuk mengatasi hipotensi pada sepsis.
Targetnya adalah mengembalikan perfusi jaringan dengan memaksimalkan curah
jantung dengan peningkatan preload ventrikular kiri.
c)Pemberian
cairan sebaiknya dititrasi sampai ke titik akhir klinik seperti denyut jantung,
volume urin, dan tekanan darah. Ada kontroversi menganai tipe cairan yang
digunakan (kristaloid vs koloid). Kristaloid isotoni, seperti 0,9% NaCl atau
lactated Ringer, umum digunakan.
d)Larutan koloid
iso-oncotic (plasma dan fraksi protein plasma), seperti albumin 5% dan
hetastarch 6%, memberikan keuntungan yaitu pemulihan volume intrvaskular lebih
cepat dengan lebih sedikit volume yang diinfuskan, tapi tidak ada kelebihan
klinik yang signifikan (Duraira, 2008)
3.Dukungan obat
inotrope dan vasoaktif
Jika resusitasi cairan tidak cukup untuk
menjaga perfusi jaringan, penggunaan obat inotrope dan vasoaktif diperlukan.
Pemilihan dan dosis berdasar pada sifat farmakologi berbagai katekolamin dan
bagaimana pengaruhnya ke parameter hemodinamik.Protokol Penggunaan Obat
Inotrope dan Vasoaktif yang Dianjurkan
a)Dopamine banyak digunakan dalam dosis rendah (1-5 μg/kg
per menit) untuk meningkatkan perfusi renal dan mesenteric. Dopamine dosis
sedang (10-20μg/kg per menit) bisa digunakan untuk menyokong tekanan darah.
b)Dobutamine (dosis 2-20 μg/kg per menit) adalah agen
inotropi β adrenergik yang penggunaannya disukai untuk meningkatkan curah
jantung dan penyaluran oksigen. Dobutamine bisa dipertimbangkan penggunaannya
pada pasien sepsis parah dengan tekanan pengisian dan tekanan darah yang cukup
tapi cardiac index rendah.
c)Norepinephrine adalah agen α adrenergik poten (0,01-3 μg/kg
per menit) yang berguna pada syok septik untuk vasokontriksi perifer. Phenylephrine juga bisa berguna pada
pasien dengan hipotensi yang bertahan.
d)Epinephrine 0,1-0,5 μg/kg per menit, meningkatkan curah
jantung dan menyebabkan vasokontriksi perifer. Penggunaannya disimpan untuk
pasien yang gagal merespon terapi standar.
e)Sebelum
pemberian agen vasoaktif, sebaiknya dilakukan resusitasi cairan agresif. Agen
vasoaktif sebaiknya tidak digunakan untuk alternatif resusitasi volume
(Hollenberg, 2007).
4.Terapi tambahan
a)Glukokortikoid
bisa berguna untuk pasien dengan ARDS dan penyakti fibrotic ketika digunakan
5-7 hari setelah onset ARDS. Penggunaan rutin glukokortikoid pada pasien dengan
sepsis atau syok tidak dianjurkan.
b)Heparinisasi
untuk penanganan DIC telah dianjurkan karena perdarahan paradoksikal disebabkan
oleh kondisi hiperkoagulasi; tetapi, hanya ada sedikit bukti klinik yang
menyebutkan heparin bisa meningkatkan keselamatan pasien.
c)Nutrisi enteral
sebaiknya diberikan secepatnya pada pasien dengan sepsis parah atau syok
sepsis.
d)Pendekatan
terkini dimana diberikan protein C aktif (drotrecogin) untuk memacu
fibrinolisis dan dihubungkan dengan mekanisme anti inflamasi. Agen ini
menurunkan mortalitas pada sepsis parah (Overgrad, 2008).
G.Asuhan
keperawatan
Pengkajian
Selalu
menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
·yakinkan
kepatenan jalan napas
·berikan
alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
·jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
Breathing
·kaji
jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
·kaji
saturasi oksigen
·periksa
gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
·berikan
100% oksigen melalui non re-breath mask
·auskulasi
dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
·periksa
foto thorak
Circulation
·kaji
denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
·monitoring
tekanan darah, tekanan darah <>
·periksa
waktu pengisian kapiler
·pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar
·berikan
cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
·pasang
kateter
·lakukan
pemeriksaan darah lengkap
·siapkan
untuk pemeriksaan kultur
·catat
temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
·siapkan
pemeriksaan urin dan sputum
·berikan
antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada
pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya
cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda
ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang
menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap
kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
a.Gangguan
pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea..
Intervensi Keperawatan :
1.Kaji
perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung,
gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
2.Pantau
denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia
dan perubahan tekanan darah.
3. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan
kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
4. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi
mekanik
5.Isap
lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
6.Amati
gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan
b.Potensial terhadap infeksi (progresi dari sepsis kesyok sepsis) sehubungan dengan perkembangan infeksi
opportunistik.
1) Berikan isolasi/pantau pengunjung
sesuai indikasi.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan.
3) Batasi penggunaan alat/prosedur
invasif jika memungkinkan.
4) Gunakan teknik steril
5) Monitor suhu/peningkatan suhu
secara teratur
6) Amati adanya menggigil
7) Pantau TTV klien
8) Kolaborasi dengan team medis dalam
pemberian antibiotic
c.Resiko tinggi
terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan dengan
peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi pembuluh
darah.
1) Pantau suhu klien (derajat dan
pola) perhatikan menggigil/diaforesis.
2) Pantau suhu lingkungan/pengaturan
suhu lingkungan.
3) Isolasi anak/bayi dalam inkubator
4) Beri kompres (dingin, hangat) bila
terjadi peningkatan/penurunan suhu.
5) Catat peningkatan/penurunan suhu
tubuh bayi.
6) Kolaborasi dengan team medis dalam
pemeriksaan laboratorium (leukosit meningkat).
d.Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan supply okigen
berkurang/pernapasan irreguler.
1) Kaji ulang terhadap pola
pertumbuhan prenatal dan atau penurunan jumlah cairan amnion seperti yang
dideteksi oleh ultrasonografi.
2) Perhatikan jenis kelahiran dan
kejadian intra partum yang menandakan hipoksia.
3) Perhatikan waktu dan skor Apgar,
observasi pola pernafasan.
4) Kaji frekuensi pernafasan,
kedalaman, upaya, observasi dan laporkan tanda dan gejala distress pernafasan,
bedakan dari gejala yang berhubungan dengan polisitemia.
5) Auskultasi bunyi nafas secara
teratur.
6) Hisap selang nasofaring sesuai
kebutuhan, setelah pemberian suplemen oksigen pertama.
7) Auskultasi nadi apikal, perhatikan
adanya sianosis.
8) Cegah komplikasi latrogenik
berkenaan dengan distress dingin, ketidakseimbangan metabolik dan
ketidakcukupan kalori.
Daftar Pustaka
Wheeler, A.
2007. Recent developments in the
diagnosis and management of severe sepsis.
Chest. 132;1967-1976.
Guntur, M. 2009. Buku
ajar ilmu penyakit dalam.5th
ed. Jakarta: pusat penerbitan departemen
ilmu penyakit Dalam
fkui
Duraira, S. 2008. Fluid
therapy in resuscitated sepsis. Chest. 133:252–263.
hollenberg, M. Vasopressor
support in septic shock. Chest. 2007;132:1678-1687
Beale, R.Vasopressor
and inotropic Support in septic shock :
an Evidence based review. Critical